Selasa, 18 Februari 2014

Contoh hikayat sastra melayu klasik asli Terbaru Lengkap

Contoh hikayat sastra melayu klasik asli Terbaru Lengkap - Untuk anda yang saat ini sedang memiliki tuga untuk membuat sebuah hikayat sastra dari sekolah maupun perguruan tinggi anda, Kali ini saya telah memposting sebuah artikel tentang Contoh hikayat sastra melayu klasik asli Terbaru Lengkap yang dapat anda baca secara lengkap dibawah ini :



PENGEMBARA YANG LAPAR

Tersebutlah kisah tiga orang sahabat, Kendi, Buyung dan Awang yang sedang mengembara. Mereka membawa bekalan makanan seperti beras, daging, susu dan buah-buahan. Apabila penat berjalan mereka berhenti dan memasak makanan. Jika bertemu kampung, mereka akan singgah membeli makanan untuk dibuat bekal dalam perjalanan.

Pada suatu hari, mereka tiba di kawasan hutan tebal. Di kawasan itu mereka tidak bertemu dusun atau kampung. Mereka berhenti dan berehat di bawah sebatang pokok ara yang rendang. Bekalan makanan pula telah habis. Ketiga-tiga sahabat ini berasa sangat lapar,

“Hai, kalau ada nasi sekawah, aku akan habiskan seorang,” tiba-tiba Kendi mengeluh. Dia mengurut-ngurut perutnya yang lapar. Badannya disandarkan ke perdu pokok ara.

“Kalau lapar begini, ayam panggang sepuluh ekor pun sanggup aku habiskan,” kata Buyung pula.

“Janganlah kamu berdua tamak sangat dan bercakap besar pula. Aku pun lapar juga. Bagi aku, kalau ada nasi sepinggan sudah cukup,” Awang bersuara.

Kendi dan Buyung tertawa mendengar kata-kata Awang.

“Dengan nasi sepinggan, mana boleh kenyang? Perut kita tersangatlah lapar!” ejek Kendi. Buyung mengangguk tanda bersetuju dengan pendapat Kendi.

Perbualan mereka didengar oleh pokok ara. Pokok itu bersimpati apabila mendengar keluhan ketiga-tiga pengembara tersebut lalu menggugurkan tiga helai daun.

Bubb! Kendi, Buyung dan Awang terdengar bunyi seperti benda terjatuh. Mereka segera mencari benda tersebut dicelah-celah semak. Masing-masing menuju ke arah yang berlainan.

“Eh,ada nasi sekawah!” Kendi menjerit kehairanan. Dia menghadap sekawah nasi yang masih berwap. Tanpa berfikir panjang lalu dia menyuap nasi itu dengan lahapnya.

“Ayam panggang sepuluh ekor! Wah, sedapnya!” tiba-tiba Buyung pula melaung dari arah timur. Serta-merta meleleh air liurnya. Seleranya terbuka. Dengan pantas dia mengambil ayam yang paling besar lalu makan dengan gelojoh.

Melihatkan Kendi dan Buyung telah mendapat makanan, Awang semakin pantas meredah semak. Ketika Awang menyelak daun kelembak, dia ternampak sepinggan nasi berlauk yang terhidang. Awang tersenyum dan mengucapkan syukur kerana mendapat rezeki. Dia makan dengan tenang.

Selepas makan, Awang rasa segar. Dia berehat semula di bawah pokok ara sambil memerhatikan Kendi dan Buyung yang sedang meratah makanannya.

“Urgh!” Kendi sendawa. Perutnya amat kenyang. Nasi di dalam kawah masih banyak. Dia tidak mampu menghabiskan nasi itu. “Kenapa kamu tidak habiskan kami?” tiba-tiba nasi di dalam kawah itu bertanya kepada Kendi.

“Aku sudah kenyang,” jawab Kendi.

“Bukankah kamu telah berjanji akan menghabiskan kami sekawah?” Tanya nasi itu lagi.

“Tapi perut aku sudah kenyang,” jawab Kendi.

Tiba-tiba nasi itu berkumpul dan mengejar Kendi. Kawah itu menyerkup kepala Kendi dan nasi-nasi itu menggigit tubuh Kendi. Kendi menjerit meminta tolong.

Buyung juga kekenyangan. Dia cuma dapat menghabiskan seekor ayam sahaja. Sembilan ekor ayam lagi terbiar di tempat pemanggang. Oleh kerana terlalu banyak makan, tekaknya berasa loya. Melihat baki ayam-ayam panggang itu, dia berasa muak dan hendak muntah. Buyung segera mencampakkan ayam-ayam itu ke dalam semak.

“Kenapa kamu tidak habiskan kami?” tiba-tiba tanya ayam-ayam panggang itu.

“Aku sudah kenyang,” kata Buyung. “Makan sekor pun perut aku sudah muak,” katanya lagi.

Tiba-tiba muncul sembilan ekor ayam jantan dari celah-celah semak di kawasan itu. Mereka meluru ke arah Buyung.

Ayam-ayam itu mematuk dan menggeletek tubuh Buyung. Buyung melompat-lompat sambil meminta tolong.

Awang bagaikan bermimpi melihat gelagat rakan-rakannya. Kendi terpekik dan terlolong. Buyung pula melompat-lompat dan berguling-guling di atas tanah. Awang tidak dapat berbuat apa-apa. Dia seperti terpukau melihat kejadian itu.

Akhirnya Kendi dan Buyung mati. Tinggallah Awang seorang diri. Dia meneruskan semula perjalanannya.

Sebelum berangkat, Awang mengambil pinggan nasi yang telah bersih. Sebutir nasi pun tidak berbaki di dalam pinggan itu.

“Pinggan ini akan mengingatkan aku supaya jangan sombong dan tamak. Makan biarlah berpada-pada dan tidak membazir,” kata Awang lalu beredar meninggalkan tempat itu.

Pengajaran :
1.      Orang tamak selalu rugi.
2. Jangan membazir.
2.     Contoh hikayat si miskin dan unsur intrinsiknya
3.      Diposkan oleh Lasmaria Sylaban di 03.14
4.         
5.        Hikayat Si Miskin
6.        Ada seorang suami istri yang dikutuk hidup miskin. Pada suatu hari mereka mendapatkan anak yang diberi nama Marakarma, dan sejak anak itu lahir hidup mereka pun menjadi sejahtera dan berkecukupan. Ayahnya termakan perkataan para ahli nujum yang mengatakan bahwa anak itu membawa sial dan mereka harus membuangnya.Setelah membuangnya, mereka kembali hidup sengsara. Dalam masa pembuangan, Marakrama belajar ilmu kesaktian dan pada suatu hari ia dituduh mencuri dan dibuang ke laut. Ia terdampar di tepi pantai tempat tinggal raksasa pemakan segala. Ia pun ditemukan oleh Putri Cahaya dan diselamatkannya.
7.        Mereka pun kabur dan membunuh raksasa tersebut. Nahkoda kapal berniat jahat untuk membuang Marakarma ke laut, dan seekor ikan membawanya ke Negeri Pelinggam Cahaya, di mana kapal itu singgah.
8.        Marakrama tinggal bersama Nenek Kebayan dan ia pun mengetahui bahwa Putri Mayang adalah adik kandungnya. Lalu Marakarma kembali ke Negeri Puspa Sari dan ibunya menjadi pemungut kayu. Lalu ia memohon kepada dewa untuk mengembalikan keadaan Puspa Sari. Puspa Sari pun makmur mengakibatkan Maharaja Indra Dewa dengki dan menyerang Puspa Sari. Kemudian Marakrama menjadi Sultan Mercu Negara.
9.         
10.     Unsur Intrinsik dalam hikayat Si Miskin
11.     #Tema            :Kunci kesuksesan adalah kesabaran. Perjalanan hidup seseorang yang mengalami banyak rintangan dan cobaan.
12.     #Alur               :Menggunakan alur maju, karena penulis menceritakan peristiwa tersebut dari awal permasalahan sampai akhir permasalahan.
13.     #Setting/ Latar :
14.     -Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, hutan, pasar, Negeri Puspa Sari, Lautan, Tepi Pantai Pulau Raksasa, Kapal, Negeri Palinggam Cahaya.
15.     -Setting Suasana : tegang, mencekam dan Ketakutan, bahagia, menyedihkan,
16.     #Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.
17.     #Amanat :
18.     - Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang adil dan pemurah.
19.     - Janganlah mudah terpengaruh dengan kata-kata oranlain.
20.     - Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan  rendah hati.
21.     - Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.
22.     - Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.
23.     - Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.
24.     - Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan Tuhan, manusia hanya dapat menjalani takdir yang telah ditentukan.
25.      
26.     Unsur Ekstrinsik dalam Hikayat Si Miskin
27.     1. Nilai Moral
28.     -         Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
29.     -         Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita pada orang lain.
30.     2. Nilai Budaya
31.     -         Sebagai seorang anak kita harus menghormati orangtua.
32.     -         Hendaknya seorang anak dapat berbakti pada orang tua.
33.     3. Nilai Sosial
34.     -         Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
35.     -         Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.
36.     4. Nilai Religius
37.     -         Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.
38.     -         Percayalah pada Tuhan bahwa Dialah yang menentukan nasib manusia.
39.     5. Nilai Pendidikan
40.     -         Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
41.     -         Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar